Al ilm, atau pengetahuan dalam bahasa didefinisikan sebagai melekatnya sesuatu pada sesuatu yang lain dalam benak manusia. Seperti melekatnya dalam benak kata bola pada sebuah benda bulat, tajam pada pisau, atau kata Enjang pada seorang anak laki-laki di Garut. Oleh karenanya orang bijak, mendefiniskan pengetahuan sebagai buah pikiran, dan berpikir hanya dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia....
Dikarenakan sifatnya dasarnya yang berpikir inilah maka manusia dibedakan dari hewan lainnya. Sehingga dalam ilmu logika, manusia didefinisikan sebagai al insanu al hawaniyun natiq, manusia itu hewan berpikir. Dari prosedur berpikir (natiqiyyah) itulah manusia menciptakan pengetahuan dalam dirinya. Pengetahuan yang melahirkan pengetahuan-pengetahuan lain yang membentuknya menyikapi, menyadari, dan memahami realitas dan cara pandang dunianya. Hingga pengetahuan ini kemudian melebur dalam jiwa dan perilaku menjadi keyakinan-keyakinan, keyakinan yang membuatnya memahami setiap sesuatu yang lain dalam kerangka sistem berpikirnya. Suatu Sistem Pengetahuan.
Suatu Sistem Kebijakan
Sistem pengetahuan yang membuat setiap orang berbeda-beda dalam mengambil kesimpulan pikir. Sistem pengetahuan yang melahirkan kesepakatan, perselisihan, perdebatan, atau perbedaan dan pembedaan cara pandang dunia sampai gilirannya muncul perbedaan ideologi, dan juga sistem keyakinan.
Sumber-sumber pengetahuan atau epistemologi, tidaklah terlalu lama berkembang, kira-kira tiga abad yang lalu. Sementara dalam literatur ilmu Islam, istilah ini baru populer dikaji kurang dari seabad. Meskipun baru, sebenarnya sistem pengetahuan ini adalah akumulasi dari pemikir-pemikir dari abad-abad yang lebih dahulu.
Disebabkan pesimisme yang besar terhadap supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan yang selalu berpikir apriori atas nama Tuhan dan Agama, sebagian pemikir di Barat mencoba mencari alternatif lain dalam memandang dunia. Bantahan gereja atas Hukum Copernicus, menjadi katalis munculnya epistemologi-epistemologi baru yang tercerahkan (renaissance) sebagai alternatif sistem berpikir manusia, yang terbebas dari intervensi Tuhan apalagi agama.
Sedemikian banyaknya alternatif itu, namun secara garis besar epistemologi yang berkembang di Barat terbagi dua kepada pemikiran aliran rasionalisme dan empirisme. Kelompok yang mempercayai bahwa pengetahuan yang sebenarnya hanyalah ilmu yang didapat dengan rasio saja, dan kelompok kedua yang mempercayai bahwa pengetahuan yang dibuktikan melalui jalan empirislah yang boleh disebut sebagai pengetahuan hakiki. Kelompok pertama menyakini kemampuan akal memahami hal-hal abstrak, seperti jiwa, akal, pikiran, agama dan Tuhan. Bagi yang kedua, tidak ada tempat bagi apa-apa yang tidak dapat dibuktikan secara laboratoris-saintis, jiwa, akal, dan tuhan tidak dapat diukur, tidak ada tempat untuk hal-hal imajinatif.
Sementara apa yang terjadi dalam sistem pengetahuan yang berkembang dalam Islam, ledakan pemikiran diantara pemikiran seperti yang terjadi pada filsafat barat tidaklah terjadi. Dalam Islam, agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring, kedua-duanya adalah sumber pengetahuan yang membantu manusia menyusun sistem pikirnya. Epistemologi dalam Islam dibangun dengan suatu sistematika teratur dan prinsip pengetahuan yang saling memperkuat diantara pemikir-pemikirnya. Dimana setiap pemikiran menghasilkan sejenis kesadaran-kesadaran baru. Hingga menarik mempelajarinya. Oleh karenanya menariknya sistem berpikir ini, maka para awliya terdahulu menyebut sistem pengetahuan ini dengan istilah Nadzuriyyah al Ma’rifah. Sumber-sumber Kebijaksanaan.
*Andi Hakim
feel free to comment...